Senin, 24 Juni 2013

AKTIFITAS HACKER

Tidaklah heran jika dalam hitungan hari, jumlah hacker amatir maupun profesional di Indonesia bertambah secara cukup signifikan. Tidak saja dipandang dari segi kuantitas semata, namun ditinjau dari segi kualitas, mereka cukup baik menguasai berbagai ilmu “hacking” dan relatif aktif “berkarya” di dunia maya. Berikut adalah sekelumit seluk beluk kehidupan mereka. Belakangan ini kehadiran dan aksi hacker mulai marak terjadi di dunia maya. Kontroversi mengenai definisi dan perilaku hacker telah pula menjadi sebuah wacana menarik bagi masyarakat moderen dalam era internet dewasa ini. Kehadiran buku-buku mengenai hacker dan berbagai kiat pekerjaannya telah pula mulai mewarnai ranah publik di Indonesia – terbukti dengan sangat lakunya publikasi tersebut dijual secara luas di pasar. Bahkan tidak tanggung-tanggung para praktisi teknologi informasi dan komunikasi dari negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura tidak jarang berkunjung ke Indonesia untuk mendapatkan buku-buku tersebut. Hal ini disebabkan tidak semata-mata karena buku-buku tersebut dijual dengan harga relatif murah, namun juga karena telah begitu banyaknya koleksi referensi yang diperdagangkan secara bebas di toko-toko buku terkemuka dengan kualitas konten yang dianggap baik.

Hacktivism menjadi Sebuah kegiatan Komunitas
Perlu diperhatikan, generasi yang lahir setelah tahun 85-an telah terbiasa dengan keberadaan komputer di lingkungannya, Istilah “hacktivism” mengacu pada sebuah inisiatif dan kegiatan yang berfokus pada tindakan melakukan “hacking” karena atau untuk alasan tertentu. Alasan yang dimaksud dapat beraneka ragam. Dalam sejumlah referensi yang ada,
paling tidak ada 4 (empat) alasan mengapa para hacker melakukan aksi “hacktivism”-nya.

Untuk mencari “sensasi diri”.
berbeda dengan mereka yang lahir di masa-masa sebelumnya. Jika generasi lama merasakan sebuah “sensasi diri” yang menyenangkan dengan cara bermain catur, mengisi teka teki silang, bermain kartu “truft”, menyelesaikan misteri cerita detektif, dan lain sebagainya

Maka generasi baru mendapatkan “sensasi diri
Kegiatan yang sama dengan cara “utak-atik” atau “ngoprek” komputer, bermain game, dan tentu saja melakukan kegiatan “hacking”. Jika pada jaman dahulu pemain catur merasa tertantang jika harus “membunuh” raja dengan dua kuda, saat ini hacker merasa tertantang jika dapat masuk ke sebuah sistem tertentu yang dianggap sulit untuk dipenetrasi. Senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, tindakan melakukan “hacking” tersebut telah berhasil menstimulus hormon-hormon dalam tubuh manusia masa kini yang memberikan sebuah sensasi tersendiri secara alami. Kedua, adalah untuk melakukan kejahatan. Bukan rahasia umum bahwa di negara-negara maju misalnya, telah banyak “berkeliaran” para hacker profesional yang tugasnya adalah melakukan kejahatan terorganisasi

Kejahatan yang dimaksud sifatnya beraneka ragam
  • mulai dari tindakan kriminal berlatar belakang ekonomi dan keuangan (seperti: perampokan bank, penipuan transaksi, pencucian uang, pencurian surat berharga, dan lain sebagainya)
  • hingga yang bersifat kejahatan social (seperti: pencemaran nama baik, perusakan citra individu, pembunuhan karakter, pembohongan publik, dan lain sebagainya).Mereka ini biasanya dibayar mahal oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan kejahatan tersebut.

Adalah menjalankan aktivitas terorisme.

Di jaman moderen ini para teroris melihat bahwa internet dan dunia maya merupakan lahan dan media yang cukup efektif untuk melakukan aktivitas teror dimana-mana. Sasaran “terrorist hacker” biasanya adalah critical infrastructure alias obyek-obyek vitas sebuah


negara seperti:
  • perusahaan listrik
  • instalasi militer
  • pusat transportasi public
  • sentra-sentra keamanan Negara
  • jaringan keuangan perbankan

Karena kebanyakan organisasi-organisasi ini telah belibatkan teknologi informasi dan internet sebagai bagian tak terpisahkan dari aktivtas operasionalnya, maka penyerangan terhadap sistem jaringan dan komputer yang dimiliki akan mendatangkan dampak teror yang luar biasa. Dengan melakukan penyerangan terhadap obyek-obyek vital ini, maka pesan dibalik aksi terorisme yang dilakukan diharapkan dapat sampai ke pihak-pihak pemangku kepentingan yang menjadi sasaran.

Untuk alasan intelijen.
Seperti diketahui bersama, setiap negara pasti memiliki jaringan intelijen di dalam dan di luar negeri untuk keperluan pertahanan dan keamanan nasional. Karena saat ini seluruh percakapan, interaksi, komunikasi, diskusi, kooperasi, transaksi, dan negosiasi dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan intenet, maka kegiatan intelijen-pun mulai masuk ke ranah ini.

Dalam konteks inilah maka dibutuhkan sejumlah hacker profesional yang dapat membantu melakukan kegiatan intelijen demi keutuhan negara ini. Lihatlah bagaimana Amerika dengan lembaga NSA (National Security Agency) merekrut dan mendidik sedemikan banyak hacker dengan intelegensia dan keahlian tinggi untuk membantu mereka melaksanakan tugas kenegaraannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar